Jumat, 26 Maret 2010

HUKUM ROKOK

Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.

Kali ini dan di negeri ini yang masih dilanda krisis ekonomi, pembicaraan hukum rokok mencuat dan menghangat kembali. Pendapat yang bermunculan selama ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah terjadi, yakni tetap menjadi kontroversi.

Kontroversi Hukum Merokok

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai berikut:

Al-Qur’an :

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. البقرة: 195


Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)

As-Sunnah :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. رواه ابن ماجه, الرقم: 2331

Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama’ sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya.

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.

Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum.

Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.

Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang ‘Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ……. والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ….. فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. …. وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. …Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama’ lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما


Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-’Ubab dari madzhab Asy-Syafi’i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama’ dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar’i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

Ulasan ‘Illah (reason of law)

Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan ‘illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.

Pertama; sebagian besar ulama’ terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama’ terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.

Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.

Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada ‘illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.

Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.

KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Kamis, 25 Maret 2010

TALQIN MAYIT

Dalam kitab Mughni almuhtaj juz I, disebutkan bahwa menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal, hukum membaca Talqin bagi mayit yang sudah mukallaf setelah selesai dikubur itu hukumnya disunahkan. Orang yang membaca talqin itu duduk di arah kepala kuburan mayit, kemudian berkata kepada mayit:

عَبْدَاللهِ ابْنَ أَمَةِ اللهِ اُذْكُرْمَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدَّارالدُنْياَ شَهَادَةَ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ ُمحَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ اْلجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ اْلبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَرَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ َيبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنَا وَِبمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالقُرْآنِ اِمَامً وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِاْلمُؤْمِنِينَ اِخْوَاناً. رواه الطبرانى فى الكبير
“Ya Abdullah bin Amatillah; ingatlah apa yang kamu keluar atasnya dari dunia ini: Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah, sesungguhnya surga itu benar, neraka itu benar, kebangkitan itu benar dan hari qiyamat pasti datang tidak diragukan lagi, dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan manusia dari kubur dan sesungguhnya engkau telah ridla bahwa Allah sebagai Tuhanmu dan Islam agamamu dan Muhammad Nabimu dan Al-Qur’an panutanmu dan Ka’bah kiblatmu dan orang-orang mu’min saudaramu”. (Hadits diriwayatkan Thobroni).



Menurut Imam Nawawi, walaupun hadits ini dha’if, tetapi dikuatkan oleh beberapa hadits lain yang shahih dan firman Allah;
وَذَكِّرْ فَاِءنَّ الذِكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِينَ
“Dan berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu bermanfa’at bagi orang-orang yang beriman”.
Selanjutnya, dapat dilihat juga dalam kitab Nailul Awthar juz. IV, sebagai berikut;
رَوِيَ عَنْ رَاشِدِبْنِ سَعْدٍ وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيْبٍ وَحَكِيْمِ بْنِ عَمِيرٍ قَالُوْااِذَا سَوَى عَلَى اْلمَيِّتِ وَانْصَرَفَ النَّاسَ عَنْهُ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ يَافُلاَنُ قُلْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ يَافُلاَنُ رَبِّىَ اللهُ وَدِيْنِ اْلإِسْلاَمُ وَنَبِيّىِ ُمحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رواه سعيد
“Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad dan Dlamrah bin Habib dan Hakim bin Umair mereka berkata: Apabila telah diratakan kuburan atas mayyit dan orang-orang telah pergi mereka mensunnahkan untuk dikatakan kepada mayyit di atas kuburnya; Yaa Fulan, katakan! Tidak ada Tuhan kecuali Allah tiga kali; Yaa Fulan, katakan! Tuhanku Allah agamaku Islam, Nabiku Muhammad SAW kemudian pergilah”.
Dalam kitab الحاوى للفتاوى juz. II, karya Al-Imam Sayuthi mengungkapkan:
مَارُوِيَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى الله عليه وسلم اَنَّهُ لمَاَّ دُفِنَ وَلَدُهُ اِبْرَاهِيْمُ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ يَا بُنَيَّ اْلقَلْبُ َيحْزَنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلاَ نَقُوْلُ مَايُسْخِطُ الرَّبَّ. اِنَّاِللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ يَاُبَنَيَّ قُلِ اللهُ رَبِّى وَالإِسْلاَمُ دِيْنِى وَرَسُوْلُ اللهِ أَبِى فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُبْنُ اْلَخطَّابِ بُكَاًء اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْ تُهُ فَاْلتَفَتَ النَبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى عُمَرَ يَبْكِى وَالصَّحَابَةُ مَعَهُ فَقَالَ يَاعُمَرُ مَا يُبْكِيْكَ ؟ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ هَذَا وَلَدُكَ وَمَابَلَغَ اْلحُلُمَ وَلاَ جَرَى عَلَيْهِ اْلقَلَمُ وَيَحْتَاجُ اِلىَ مُلَقِّنٍ مِثْلِكَ يُلَقِّنُهُ التَّوْحِيْدَفىِ مِثْلِ هَذَااْلوَقْتِ. قَمَا حَالُ عُمَرَ وَقَدْ بَلَغَ اْلحُلُمَ وَجَرَى عَلَيْهِ اْلقَلَمُ وَلَيْسَ لَهُ مُلَقِّنٌ مِثْلُكَ, اَىُّ شَىْءٍ تَكُوْنُ صُوْرَتُهُ فِى مِثْلِ هَذِهِ اْلحَالَةِ فَبَكَى النَّبِىُّ صَلَّى الله عليه وسلم وَبَكَتِ الصَّحَاَبةُ مَعَهُ وَنَزَلَ جِبْرِيْلُ وَسَأَلَ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبَبَ بُكَاِئِهمْ فَذَكَرَالنَّبِىَّ صَلَّى الله عليه وسلم مَاقَالَهُ عُمَرُ وَمَاوَرَدَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعِدَ جَبْرِيْلُ وَنَزَلَ وَقَالَ رَبُّكَ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ وَيَقُوْلُ يُثَبِّتُ اللهُ اَّلذِيْنَ ءَامَنُوْابِاْلقَوْلِ الثَاِبتِ فىِ اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى اْلآخِرَةِ يُرِيْدُ بِذَلِكَ وَقْتَ اْلمَوْتِ وَعِنْدَ السَّؤَالِ فِى اْلقَبْرِ..
“Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasannya tatkala putranya Ibrahim telah dikubur, Rasulullah berdiri di atas kuburnya; kemudian beliau bersabda: Wahai anakku, hati berduka cita dan air mata mengalir. Dan kami tidak mengatakan sesuatu yang membuat Allah jadi murka. Sesungguhnya kami dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Wahai anakku katakanlah! Allah Tuhanku dan Islam agamaku, dan Rasulullah ayahku, maka menangislah para sahabat dan menangis pula pula sayyidina Umar Ibnul Khattab dengan tangisan yang nyaring, maka menoleh Rasulullah dan melihat Umar menangis bersama para sahabat lainnya, Rasulullah SAW bersabda; ya Umar mengapa engkau menangis? Umar menjawab: Ini putramu belum baligh dan belum ditulis dosanya, masih menghajatkan kepada orang yang mentalqin seperti engkau, yang mentalqin tauhid pada saat seperti ini, maka bagaimana keadaan Umar yang telah baligh dan telah ditulis dosanya tidak mempunyai orang yang akan menalqin seperti engkau, dan apa gambaran yang akan terjadi di dalam keadaan yang seperti itu, maka menangislah Nabi SAW dan para sahabat bersamanya; kemudian Jibril turun dan bertanya kepada Nabi sebab menangisnya mereka, kemudian Nabi menyebutkan apa yang dikatakan Umar dan apa yang datang kepada mereka dari perkataan Nabi SAW. kemudian Jibril naik dan turun kembali serta berkata : Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang tetap di dunia dan di akherat, yang dimaksud di waktu mati dan di waktu pertanyaan di kubur.”
Kepada yang masih hidup,talqin itu mempunyai mashlahat yang sangat besar, karena dengan mendengarnya mereka dapat mengingat dan menyiapkan diri pada kematian dirinya.

NAMA-NAMA ISLAMI

Bagi yang lagi mencari nama-nama islami kami dapat membantu anda untuk download

Nama-nama laki-laki: download

Nama-nama wanita : download

Rabu, 24 Maret 2010

KITAB KUNING

Di sini saya cantumkan nama-nama kitab yang bisa di download perkitab


KITAB TAFSIR

Tafsir Jalalain : download
Tafsir ibnu katsir : download
Tafsir Alqurtubi : download

KITAB HADIST

Bukhari : download
Muslim : download
Sunan abu daud : download
Ibnu Hibban : download
Musdad Imam Ahmad : download
Musdad Imam Syafi'i : download
Ibnu Hibban : download
Sunan Turmudi : download
Sunan Nasa’i : download

KITAB FIQH

Fat-hu Al-Mu'in (Al-Malibari) :download
Nihayat Az-Zain (Muhammad Nawawi Al-Jawi) : download
Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab (Al-Imam An-Nawawi) : download

KITAB KUNING MAKTABAH SYAMILA V3.28

Untuk para pencinta ilmu sekarana sudah ada software kitab kuning gratis terbaru maktabah syamila v3.28.

Ada lebih dari 6.688 judul buku/kitab dengan lebih dari 20.000 jilid buku/kitab terkandung di dalam program Maktabah Syamilah ini. InsyaaAllah sangat bermanfaat untuk Anda miliki.

samel

samel2

samel3


1. Di bidang tafsir (52 kitab) meliputi Tafsir Thabari, Ibnu Katsir, Al-Baghawi, Al-Alusi, Al-Bahr, Fathul Qadir, Ad-Durrul Mantsur, Jalalain, Al-Khazin, Az-Zamakhsyari, Ibnu Abdis Salam, Sayyid Thanthawi, Adh-Dhilal, Al-Qusyairi, dll.

2. Dalam bidang Ulumul Qur’an (43 kitab), meliputi I’rabul Qur’an, Asbabu Nuzulil Qur’an, Al-Itqan, Misykatul anwar, Fadlailul Qur’an, Majazul Qur’an, Lubabun Nuzul, At-Tibyan, Asbabun Nuzul, Ahkamul Qur’an lisy Sayfi’iy, Ahkamul Qur’an li Ibni Arabiy, dll

3. Dalam bidang Fiqih, kitab di lingkungan 4 madzhab diletakkan terpisah. Untuk Madzhab Imam Syafi’y, 19 kitab yang tersedia adalah Al-Umm, I’anatuh Thalibin, Fathul Wahhab, Fathul Mu’in, Asnal Mathalib, Al-Majmu’, Raudlatuth Thalibin, Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Mughnil Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Hasyiah Bujairimi alal Khatib, Hasyiah Bujairimi alal Minhaj, dll.

4. Dalam madzhab Imam Maliki (14 kitab), Asy-Syarhul Kabir, Bidayatul Mujtahid, Mukhtashar Khalil, At-Taju wal Iklil, Mawahibul Jalil, Hasyiyah Ad-Dasuqi alasy Syarhil Kabir, dll. Dalam Madzhab Imam Hanafi terdapat 17 kitab, dan Madzhab Imam Maliki terdapat 14 kitab.

5. Dalam bidang Akhlak terdapat Ihya Ulumiddin, Riyadlush Shalihin, Al-Kabair, Al-Futuhatul Makiyyah, Qutul Qulub, Al-Risalatul Qusyairiyyah, Al-Adzkar, dll.

6. Klasifikasi umum memuat kitab Tafsirul Ahlam, Ta’tirul Anam fi Tafsiril Ahlam, Mausu’ah Tafsiril Ahlam, Mafahimul Islamiyyah, Al-Jam’iyyatul Khairiyyah li Tahfidhil Qur’anil Karim, Jam’ul Qur’anil Karim fi ‘Ahdi Khulafair Rasyidin, dll.

7. Ushul Fiqh, Mushtalah Hadits, dan berbagai bidang lainnya hingga 25+ kategori dengan total jumlah 6.000 buku lebih. Sangat-sangat banyak dan sangat-sangat bermanfaat, insyaaAllah.

Dapat di download secara gratis di www.islamport.com atau klik saja di sini.




Senin, 22 Maret 2010

MAKTABAH SYAMILA

Kitab Kuning versi Software


Download kitab kuning, Maktaba Syamila, Maktabah Syamila, Maktabah Syamilah,

Kitab kuning, klasik yang berupa Software ini bernama “Al-Maktabah al-Syamilah“, Al-Ishdar 2.11 (Pustaka Lengkap, Versi 2.11), terdiri dari lebih 2000 kitab yang dikelompokkan dalam 31 bidang. Software ini diterbitkan oleh jaringan Da’wah Islamiyah al-Misykat.

Kitab yang selama ini mungkin hanya dinikmati melalui tulisan di kertas, baik di kertas kuning (sehinggah disebut kitab kuning) maupun di kertas putih, memerlukan usaha tersendiri untuk memilikinya, harganya yang cukup mahal, tempatnya yang harus disediakan khusus, perawatannya agar tidak dirusak oleh serangga, jamur, udara lembab, dan lain-lain. Dengan menginstall software ini, diharapkan masalah tersebut bisa teratasi.

Kitab berupa Program komputer ini gratis, tidak perlu membelinya, tidak perlu menyediakan ruangan besar untuk menampung ribuan kitab yang masing-masing bisa jadi terdiri dari puluhan juz. Kitab model ini tidak akan rusak oleh gangguan diatas, bahkan bila rusak komputernya atau rusak programnyapun, maka cukup dicopykan ulang saja dari program aslinya, Insya Allah akan bisa dinikmati kembali dengan mudah.
Software ini sangat cocok untuk para Asatidz, para Kiai, pengkaji Islam, dosen Islam, perpustakaan dan pondok-pondok pesantren. Perlu diketahui bahwa software ini berisi kitab turath Islami yang sesuai dengan faham Ahlussunnah wal Jamaah dalam berbagai versi.Kami bermaksud untuk ikut mendistribusikan software Jaringan al-Misykat tersebut kepada kaum muslimin, pesantren-pesantren, madrasah dan lembaga-lembaga Islam yang memerlukan software tersebut secara gratis.


Software ini memuat berbagai kitab dalam berbagai bidang

1. Di bidang tafsir (lebih 52 kitab) meliputi Tafsir Thabari, Ibnu Katsir, Al-Baghawi, Al-Alusi, Al-Bahr, Fathul Qadir, Ad-Durrul Mantsur, Jalalain, Al-Khazin, Az-Zamakhsyari, Ibnu Abdis Salam, Sayyid Thanthawi, Adh-Dhilal, Al-Qusyairi, dll.
2. Dalam bidang Ulumul Qur’an (lebih 43 kitab), meliputi I’rabul Qur’an, Asbabu Nuzulil Qur’an, Al-Itqan, Misykatul anwar, Fadlailul Qur’an, Majazul Qur’an, Lubabun Nuzul, At-Tibyan, Asbabun Nuzul, Ahkamul Qur’an lisy Sayfi’iy, Ahkamul Qur’an li Ibni Arabiy, dll
3. Dalam bidang Fiqih, kitab di lingkungan 4 madzhab diletakkan terpisah. Untuk Madzhab Imam Syafi’y, yang tersedia antara lain Al-Umm, I’anatuh Thalibin, Fathul Wahhab, Fathul Mu’in, Asnal Mathalib, Al-Majmu’, Raudlatuth Thalibin, Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Mughnil Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Hasyiah Bujairimi alal Khatib, Hasyiah Bujairimi alal Minhaj, dll.
4. Dalam madzhab Imam Maliki (15 kitab), Asy-Syarhul Kabir, Bidayatul Mujtahid, Mukhtashar Khalil, At-Taju wal Iklil, Mawahibul Jalil, Hasyiyah Ad-Dasuqi alasy Syarhil Kabir, dll. Dalam Madzhab Imam Hanafi terdapat lebih 20 kitab, dan Madzhab Imam Maliki terdapat 15 kitab.
5. Dalam bidang Tasawuf, / Akhlak terdapat Ihya Ulumiddin, Riyadlush Shalihin, Al-Kabair, Al-Futuhatul Makiyyah, Qutul Qulub, Al-Risalatul Qusyairiyyah, Al-Adzkar, Sharh Hikam Atho’iyyah dll.
6. Klasifikasi umum memuat kitab Tafsirul Ahlam, Ta’tirul Anam fi Tafsiril Ahlam, Mausu’ah Tafsiril Ahlam, Mafahimul Islamiyyah, Al-Jam’iyyatul Khairiyyah li Tahfidhil Qur’anil Karim, Jam’ul Qur’anil Karim fi ‘Ahdi Khulafair Rasyidin, dll.
7. Maktabah Shamila Versi 2.11 telah diupdate dengan penambahan kitab-kitab turath tidak kurang dari 200 nama kitab baru, khususnya kitab madzhab Syafi’i yang sangat dibutuhkan oleh kalangan santri di Indonesia. Selain itu, versi ini juga dilengkapi dengan kitab-kitab Fikih kontemporer seperti Fikih Kesehatan, Fikih Lingkungan, Fikih Kedokteran, Fikih Narkoba, Fikih Persalinan, Ekonomi dan Perbankan Shariah dan kajian fikih kontemporer lainnya.

Semua kitab tersebut sudah lengkap dimuat dalam software ini, oleh karena itu ukurannya sangat besar, Hard Disk yang dibutuhkan minimal 4,2 Giga Byte.

Kemampuan Utama software ini, diantaranya :

* Membuka kitab apapun dengan mudah berdasarkan Juz dan Halamannya.
* Bila sulit mencari kitabnya, ada dua pilihan, dicari berdasarkan urutan (index) huruf atau berdasarkan bidang ilmunya.
* Bila hanya tahu sedikit kata dari judulnya, misal Ihya Ulumiddin, maka cukup ketikkan Ihya, maka akan diantarkan daftar kitab yang di judulnya tertera kata Ihya.
* Mencari IBARAT. (Catatan : IBARAT adalah keterangan ayat / hadits / fatwa / pembahasan yang terkait dengan Jawaban yang dibutuhkan). Inilah kunci utama pentingnya software ini.

Pencarian itu dilakukan dengan memasukkan sebuah kata, dan software akan mencarinya di seluruh kitab.

1. Bila terlalu banyak hasil pencariannya, bisa pula dibatasi pada nama kitab tertentu saja atau pada bidang ilmu tertentu saja. Misalkan pembahasan Makmum Masbuq, bisa didapat dari Kitab-kitab di bidang Hadits, bidang Fiqih (Madzhab 4), dll.
2. Pencarian kata itu di dalam 1800 kitab bisa dilakukan, akan tetapi jelas memakan waktu dan mungkin tidak semuanya berkait langsung dengan yang diinginkan penanya.
3. Maka dengan membatasinya hanya pada Kitab Majmu’ saja mungkin akan lebih mudah. Bisa juga diperluas sedikit dengan menambah daftar kita yg akan dituju ini. Atau bahkan lebih luas lagi, yakni di seluruh kitab fiqih dalam Madzhab Imam Syafi’iy.
4. Daerah pencarian juga bisa digabungkan dari bidang yang berbeda, misalnya dari bidang fiqih Madzhab Imam Syafi’iy ditambah Madzhab Imam Maliki, ditambah bidang Tafsir, dan bidang hadith dan lain-lain.

Kitab installable

Kelebihan lain dari software ini adalah kemampuan untuk menambahkan kitab baru dengan tanpa install ulang software secara total. Begitu juga pengguna bisa menghapus kitab-kitab yang tidak diinginkannya sesuai kebutuhan. Bahkan, pengguna juga bisa mengirimkan satu kitab, misalnya, dalam bentuk file kecil kepada pengguna lain dengan tanpa mengirimkan software secara utuh, kemudian file tersebut bisa dibaca dengan software Mini Shamila.

Cara Meng-Install

* Sistem Operasi Windowsnya harus Arabic (Win 95 atau 98 Arabic), atau Win XP yang dienable Arabicnya. Bila Windows XP masih versi English atau bahasa lainnya maka dibutuhkan langkah Enable Arabic (dijelaskan di bawah). Catatan : CD asli dari Windows akan dibutuhkan ketika mengganti setting Win XP itu ke Arabic.
* Ruang kosong di Hard Disk minimal 4.2 GB (Versi ini saya kira sudah cukup memadai dan tidak terlalu menghabiskan ruang harddisk kalau dibandingkan dengan versi terbaru yang memerlukan 14 giga) perinciannya file asli sebesar 789 MB, hasil ekstraknya meliputi file terkait program 137 MB dan file data 3.18 GB,
* Memory minimal 128 MB

Langkah-Langkah Install

1. Klik file “shamela.exe”
* Klik tombol INSTALL
* Maka file ini akan menghasilkan sebuah direktory baru Library, yg berisi file “SETUP.EXE” dan 3 direktory lainnya
* Double Clik (jalankan) program “SETUP.EXE”
* Pilih direktory tempat menyimpan programnya (pada umumnya di direktory “Program files”
* Maka akan terbentuk direktory “Al-Maktabatusy Syamilah” dalam teks Arab.
2. Untuk menjalankannya
* klik START, ALL PROGRAM, cari “Al-Maktabatusy Syamilah” dalam teks Arab
* Klik “Al-Maktabatusy Syamilah” dalam teks Arab
* Program siap menampilkan berbagai jenis kitab.


Mengenable /Mempersiapkan Win XP agar bermode Arabic

* Klik [Start]
* [Control Panel] [Regional and Language Options] [Languages]
* Pada Supplemental language support, pilihlan kotak kecil yg atas (ada 2 kotak)
* Komputer akan menginstal karakter Arab dari CD (harus sudah disiapkan CD Windowsnya).
Sampai di sini Windows sudah siap diubah ke mode Arabic
* Aktifkan mode Arabicnya, melalui [Control Panel] [Regional and Language Options] [Advanced]
* Pilih Arabic, dengan nama negara apapun (asalkan bertuliskan Arabic), misalkan Mesir, Bahrain, Jordan, dan lain-lain

Atau bisa download di sini (gunakan software untuk download seperti : orbit downloader, DAP, Manager downloader atau yang semisalnya)


Sabtu, 20 Maret 2010

PERINGATAN MAULID NABI

Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh beliau:

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي

Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan. (HR Abu Daud dan Tarmizi)

Maka selain dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut, juga secara semantik (lafzhi) kata ‘kullu’ dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. Jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i:


المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ

ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ


Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)

Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah atau ritual peribadatan dalam syariat.

Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam as-Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:

بِوَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ

أَمْرِالنَّ
يّ صَلَّّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ

مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ

بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia. (Al- Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)


Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW.”

Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”.

Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.
2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
3. Membaca sejarah Rasulullah SAW dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
5. Meningkatkan silaturrahim.
6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah SAW di tengah-tengah kita.
7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani Rasulullah SAW.



Jumat, 19 Maret 2010

TUJUH NAFSU MANUSIA

Manusia, dalam paradigma Barat postmodernisme; bagi Karl Marx disetir oleh perutnya (ekonomi) dan bagi Sigmund Freud oleh libido seksnya. Ketika berhijrah di abad ke 7 M, Nabi Muhammad saw. telah menyinggung temuan Marx dan Freud ini. Orang berhijrah itu disetir oleh tiga orientasi : seks, materi dan idealisme atau keimanan (lillah wa rasulihi). Artinya, manusia itu bisa jadi seharga dorongan perutnya, atau dorongan seksualnya dan dapat menjadi sangat idealis, meninggalkan kedua dorongan jiwa hewani dan nabati itu.


Jadi semua perilaku manusia hakekatnya disetir oleh jiwa atau nafs-nya. Tapi jiwa mempunyai banyak anggota, yang oleh al-Ghazzali disebut tentara hati (junud al-qalbi). Anggota jiwa dalam al-Qur’an diantaranya adalah qalb (hati), ruh (roh), aql (akal) dan iradah (kehendak) dsb. Al-Qur’an menyebut kata nafs sebanyak 43 kali, 17 kali kata qalb-qulub, 24 kali kata ta’aqilun (berakal), dan 6 kali kata ruh-arwah. Itulah, modal manusia untuk hidup di dunia, yaitu sinergi semua, buka independensi masing-masing anggotanya.

Nabi menjelaskan peran qalb (hati) dalam hidup manusia. Menurutnya, aspek penentu hakekat manusia adalah segumpal darah (mudghah), yang disebut qalb (hati). Gumpalan itulah yang menjadi penentu kesalehan dan kejahatan jasad manusia (HR. Sahih Bukhari). Karena begitu menentukannya fungsi hati itulah Allah hanya melihat hati manusia dan tidak melihat penampilan dan hartanya. (HR. Ahmad ibn Hanbal). Sejatinya, hati adalah wajah lain dari nafs (jiwa), maka dari itu hati atau jiwa manusia itu bertingkat-tingkat. Para ulama menemukan tujuh tingkatan jiwa dari dalam al-Qur’an:


Pertama, nafs al-ammarah bi al-su’, atau nafsu pendorong kejahatan. Ini adalah tingkat nafs paling rendah yang melahirkan sifat-sifat seperti takabbur, kerakusan, kecemburuan, nafsu syahwat, ghibah, bakhil dsb. Nafsu ini harus diperangi.

Kedua, nafs al-lawwamah. Ini adalah jiwa yang memiliki tingkat kesadaran awal melawan nafs yang pertama. Dengan adanya bisikan dari hatinya, jiwa menyadari kelemahannya dan kembali kepada kemurniannya. Jika ini berhasil maka ia akan dapat meningkatkan diri kepada tingkat diatasnya.


Tingkat ketiga adalah Nafs al-Mulhamah atau jiwa yang terilhami. Ini adalah tingkat jiwa yang memiliki tindakan dan kehendak yang tinggi. Jiwa ini lebih selektif dalam menyerap prinsip-prinsip. Ketika jiwa ini merasa terpuruk kedalam kenistiaan, segera akan terilhami untuk mensucikan amal dan niatnya.

Keempat, Nafs al-mutma’innah atau jiwa yang tenang. Jiwa ini telah mantap imannya dan tidak mendorong perilaku buruk. Jiwa yang tenang yang telah menomor duakan nikmat materi.

Kelima, Nafs al-Radhiyah atau jiwa yang ridha. Pada tingkatan ini jiwa telah ikhlas menerima keadaan dirinya. Rasa hajatnya kepada Allah begitu besar. Jiwa inilah yang diibaratkan dalam doa: Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi (Tuhanku engkau tujuanku dan ridhaMu adalah kebutuhanku).

Keenam, Nafs al-Mardhiyyah, adalah jiwa yang berbahagia. Tidak ada lagi keluhan, kemarahan, kekesalan. Perilakunya tenang, dorongan perut dan syhawatnya tidak lagi bergejolak dominan.

Ketujuh, Nafs al-Safiyah adalah jiwa yang tulus murni. Pada tingkat ini seseorang dapat disifati sebagai Insan Kamil atau manusia sempurna. Jiwanya pasrah pada Allah dan mendapat petunjukNya. Jiwanya sejalan dengan kehendakNya. Perilakunya keluar dari nuraninya yang paling dalam dan tenang.


Begitulah jiwa manusia. Ada pergulatan antara jiwa hewani yang jahat dengan jiwa yang tenang. Ada peningkatan pada jiwa-jiwanya yang tenang itu. Sahabat Rasulullah saw. Sufyan al-Thawri pernah mengatakan bahwa beliau tidak pernah menghadapi sesuatu yang lebih kuat dari nafsunya; terkadang nafsu itu memusuhinya dan terkadang membantunya. Ibn Taymiyyah menggambarkan pergulatan itu bersumber dari dua bisikan: bisikan syetan (lammat a-syaitan) dan bisikan malaikat (lammat al-malak).


Perang melawan nafsu jahat banyak caranya. Sahabat Nabi Yahya ibn Mu’adh al-Razi memberikan tipsnya. Ada empat pedang untuk memerangi nafsu jahat: makanlah sedikit, tidurlah sedikit, bicaralah sedikit dan sabarlah ketika orang melukaimu… maka nafs atau ego itu akan menuruti jalan ketaatan, seperti penunggang kuda dalam medan perang. Memerangi nafsu jahat ini menurut Nabi adalah jihad. Sabdanya “Pejuang adalah orang yang memperjuangkan nafs-nya dalam mentaati Allah” (al-Mujahidu man jahada nafsahu fi ta’at Allah ‘azza wa jalla). (HR.Tirmidhi, Ibn Majah, Ibn Hibban, Tabrani, Hakim dsb).


Kejahatan diri dalam al-Qur’an juga dianggap penyakit

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS 2:10).

Sementara Nabi mengajarkan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Para ulama pun lantas berfikir kreatif. Ayat-ayat dan ajaran-ajaran Nabi pun dirangkai diperkaya sehingga membentuk struktur pra-konsep. Dari situ menjadi struktur konsep dan akhirnya menjadi disiplin ilmu.


Ilmu tentang jiwa atau nafs itu pun lahir dan disebut Ilm-al Nafs, atau Ilm-al Nafsiyat (Ilmu tentang Jiwa). Ketika Ilmu al-Nafs berkaitan dengan ilmu kedokteran (tibb), maka lahirlah istilah al-tibb al-ruhani (kesehatan jiwa) atau tibb al-qalb (kesehatan mental). Tidak heran jika penyakit gangguan jiwa diobati melalui metode kedokteran yang dikenal dengan istilah al-Ilaj al-nafs (psychoteraphy).

Dalam Ilmu al-Nafs ditemukan bahwa raga dan jiwa berkaitan erat, demikian pula penyakitnya. Psikolog Muslim asal Persia Abu Zayd Ahmed ibn Sahl al-Balkhi pada abad ke 10 (850-934), menemukan teori bahwa penyakit raga berkaitan dengan penyakit jiwa. Alasannya, manusia tersusun dari jiwa dan raga. Manusia tidak dapat sehat tanpa memiliki keserasian jiwa dan raga. Jika badan sakit, jiwa tidak mampu berfikir dan memahami, dan akan gagal menikmati kehidupan. Sebaliknya, jika nafs atau jiwa itu sakit maka badannya tidak dapat merasakan kesenangan hidup. Sakit jiwa lama kelamaan dapat menjadi sakit fisik. Itulah sebabnya ia kecewa pada dokter yang hanya fokus pada sakit badan dan meremehkan sakit mental. Maka dalam bukunya Masalih al-Abdan wa al-Anfus, ia mengenalkan istilah al-Tibb al-Ruhani (kedokteran ruhani).

Jadi, hakekatnya manusia yang dikuasai oleh dorongan nafsu hewani dan nabati saja, boleh jadi sedang sakit. Manusia sehat adalah manusia yang nafsunya dikuasai oleh akalnya, Hatinya (qalb) untuk taat pada Tuhannya. Itulah insan kamil yang memiliki jiwa yang tenang, yang kembali pada Tuhan dan masuk surganya dengan ridho dan diridhoi. Yang senantiasa menyelaraskan antara fikir dan dzikir, antara akal dan wahy. Itulah manusia yang selama hidupnya menjadi sinar cahaya (misykat) bagi umat manusia.


ADZAN JUM'AT DUA KALI

Adzan shalat pertama kali disyari’atkan oleh Islam adalah pada tahun pertama Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khathab mengumandangkan adzan untuk shalat Jum’at hanya dilakukan sekali saja. Tetapi di zaman Khalifah Utsman bin Affan RA menambah adzan satu kali lagi sebelum khatib naik ke atas mimbar, sehingga adzan Jum’at menjadi dua kali.

Ijtihad ini beliau lakukan karena melihat manusia sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat Jum'at hendak dilaksanakan. Dalam kitab Shahih al-Bukhari dijelaskan :


عَنْ سَائِبٍ قَالَ, سَمِعْتُ السَائِبَ بنَ يَزِيْدٍ يَقُوْلُ إِنَّ الأَذَانَ يَوْمَ الجُمْعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الجُمْعَةِ عَلَى المِنْبَرِ

فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِيْ خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

وَكَثَرُوْا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الجُمْعَةِ بِالأَذَانِ الثَّالِثِ فَأَذَانَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الأَمْرُ عَلَى ذَالِكَ


Dari Sa'ib ia berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata, “Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)". ( Shahih al-Bukhari: 865)

Yang dimaksud dengan adzan yang ketiga adalah adzan yang dilakukan sebelum khatib naik ke mimbar. Sementara adzan pertama adalah adzan setelah khathib naik ke mimbar dan adzan kedua adalah iqamah. Dari sinilah, Syaikh Zainuddin al-Malibari, pengarang kitab Fath al-Mu'in, mengatakan bahwa sunnah mengumandangkan adzan dua kali. Pertama sebelum khatib naik ke mimbar dan yang kedua dilakukan setelah khatib naik di atas mimbar :

وَيُسَنُّ أَذَانَانِ لِصُبْحٍ وَاحِدٍ قَبْلَ الفَجْرِ وَآخرِ بَعْدَهُ فَإِن اقَتَصَرَ فَالأَوْلَى بَعْدَهُ, وَأَذَانَانِ لِلْجُمْعَة أَحَدُهُمَا بَعْدَ صُعُوْدِ الخَطِيْبِ

عَلَى الْمِمْبَرِ وَالأَخَرُ الَّذِيْ قَبْلَهُا


Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat ٍٍٍShubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)

Meskipun adzan tersebut tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, ternyata ijtihad Sayyidina Utsman RA. tersebut tidakdiingkari (dibantah) oleh para sahabat Nabi SAW yang lain. Itulah yang disebut dengan “ijma sukuti”, yakni satu kesepakatan para sahabat Nabi SAW terhadap hukum suatu kasus dengan cara tidak mengingkarinya. Diam berarti setuju pada keputusan hukumnya. Dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah disebutkan :

ثُمَّ إِنَّ فِعْلَ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ إِجْمَاعاً سُكُوْتِياً لأَِنَّهُمْ لاَ يُنْكِرُوْنَهُ عَلَيْهِ

"Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Sayyidina Ustman ra. itu merupakan ijma' sukuti (kesepakatan tidak langsung) karena para sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut” (al-Mawahib al Laduniyah, juz II,: 249)

Apakah itu tidak mengubah sunah Rasul? Tentu Adzan dua kali tidak mengubah sunnah Rasulullah SAW karena kita mengikuti Utsman bin Affan ra. itu juga berarti ikut Rasulullah SAW. Beliau telah bersabda:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ

"Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Apalagi adzan kedua yang dilakukan sejak zaman Utsman bin Affan RA itu, sama sekali tidak ditentang oleh sahabat atau sebagian dari para sahabat di kala itu. Jadi menurut istilah ushul fiqh, adzan Jum’at dua kali sudah menjadi “ijma’ sukuti”. Sehingga perbuatan itu memiliki landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam, yakni ijma' para sahabat. Perbedaan ini adalah perbedaan dalam masalah furu’iyyah yang mungkin akan terus menjadi perbedaan hukum di kalangan umat, tetapi yang terpenting bahwa adzan Jum’at satu kali atau dua kali demi melaksanakan syari’at Islam untuk mendapat ridla Allah SWT. Wallahu a’lam bis-shawab.

Kamis, 18 Maret 2010

MAULID NABI

Pendapat Imam Assuyuthi (849-911 H) tentang peringatan Maulid Nabi .

Beliau termasuk ulama pakar tafsir,hadist,fiqh dll. Terbukti dengan karya-karyanya berupa kitab dalam berbagai disiplin ilmu sampai 300 kitab.
Tentunya pendapatnya ini sudah mempertimbangkan berbagai segi sesuai dengan keilmuan beliau.
Inilah pendapat beliau yang terdapat dalam kitab Alhawy lil Fatawy:

أنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِي صلى

الله عليه وسلم وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ

الحْسََنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِي صلى الله عليه وسلم وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ

الشَّرِيْفِ

Artinya:Hukum asal peringatan maulid Nabi SAW dengan cara manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan membaca riwayat penting yang berkaitan dengan kelahiran Nabi SAW Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. tidak lebih dari itu. Semua itu tergolong bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad SAW yang mulia.


JAWABAN SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID

Sudah lama kaum muslimin merayakan maulid Nabi SAW. Tetapi hingga kini, masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Menurut mereka peringatan maulid bukan berasal dari Rasulullah SAW dan bukan ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah sesuai dengan prinsip agama atau justru sebaliknya.

Diantara ulama kenamaan dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak ditujukan kepada kaum Ahlussunnah wal jama’ah, adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Dalam ulasannya yang panjang lebar tentang peringatan maulid beliau mengatakan:

“ Hari maulid Nabi SAW bukanlah ‘id, dan kita tidak memandangnya sebagai ‘id, karena ia lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada ‘id. ‘Idul fitri dan ‘Idul ‘Adha hanya berlangsung sekali setahun, sedangkan peringatan maulid, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkaiit sengan waktu dan tempat.

Hari kelahiran beliau lebih agung daripada ‘id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa ‘id dan berbagai kegembiraan yang ada didalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai Rasul), Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, kemenangan dalam Perang Badar, dan fath Makkah, karena semua itu berhubunga dengan beliau dan denga kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar ”.

Sebelum mengemukakan dalil-dalil mauid, Sayyid Muhammad bin Alwi Alwi Al-Maliki menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan maulid.

Pertama, memperingati maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, terlebih pada bulan kelahiran beliau, Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau yaitu hari senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, ”Mengapa kalian memperingati Maulid?”, karena seolah-olah ia bertanya “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW ?”
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adala utusan Allah ? seandainya saya harus menjawab, cukuplah saya menjawab, “ Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dan bahagia dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin “.

Kedua, yang dimaksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengar sirah beliau dan mendengar puji-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang mencintai beliau.

Ketiga, berkumpulnya orang untuk memperingati acara tersebut adalah sarana terbesar untuk berdakwah. Bahkan para da’i dan ulama WAJIB mengingatkan umat tentang Rasulullah, baik akhlaq, hal ihwal, sirah, muamalah, maupun ibadahnya, disamping menasihati untuk menuju kebaikan serta memperingatkan dari bala, keburukan, dan fitnah.

Yang pertama merayakan Maulid adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Rasulullah SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa, ketika beliau ditanya mengapa berpuasa di hari senin, beliau menjawab, “ Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syara’.

DALIL-DALIL MAULID

Pertama, peringatan maulid adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau bahkan orang kafir saja mendapatkan kegembiraan itu (sebagai tanda suka citanya Abu Lahab memerdekakan budaknya, Tsuwaibah. Kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba, demikian rahmat Allah SWT terhadap orang yang bergembira dengan Rasulullah SAW.)

Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang terbesar yang telah diberikan kepadanya.

Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “ Katakanlah, ‘ dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS. Yunus: 58). Sedang Rasulullah SAW adalah rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut didalam Al-Qur’an, “ Dan tidak kami utus engakau melainkan menjadi rahmat semesta alam.”
( Al-Anbiya’: 107).

Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat.apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi , itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengingatnya dan mengagungkan harinya.

Kelima, peringatan Maulid nabi SAW mendorong orang untuk bershalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ahzab 56, “Sesungguhnya Allah dan beserta para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershlawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya”.

Keenam, dalam peringatan Maulid disebutkan didalamnya tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikannya semua secara detail.

Ketujuh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu diantaranya adalah,”pada hari itu Adam diciptakan.” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan kelahiran Rasulullah sebagai nabi yang paling utama, dan rasul paling mulia?

Kedelapan, dalam peringatan maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.

Kesembilan, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud:120). Dari ayat ini jelaslah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.

Kesepuluh, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu harus dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.

Kesebelas, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscya haramlah pengumpulan Al-Qur’an, yang dilakukan oleh Abu Bakar RA, Umar RA, dan Zaid RA, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Haram pula apa yang telah dilakukan oleh Umar RA ketika mengumpulkan orang-orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah diharamkan.

Contoh, televisi, handphone, listrik, lampu, motor, computer, dan lain-lain, semua itu tidak ada dizaman Nabi namun mengapa tidak ada yang mengatakan bid’ah.

Keduabelas, memperingati Maulid SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana sebagian besar Amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji masa lalu.

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad

Dikutif oleh Nana sujana
dari beberapa sumber